Rabu, 21 Juli 2010

Muhammadiyah dan NU Sepakat 1 Ramadhan Jatuh Pada 11 Agustus 2010

Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah sepakat menetapkan 1 Ramadhan 1431 Hijriyah jatuh pada 11 Agustus 2010.
Kalender Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur memprediksi 1 Ramadhan 1431 Hijriah bertepatan dengan 11 Agustus 2010.
“Itu prediksi secara hisab (perhitungan matematis), karena kami tetap menunggu rukyatul hilal (melihat rembulan muda secara kasat mata),” kata Ketua Lajnah Falaqiah PWNU Jatim H Abdus Salam Nawawi di Surabaya, Ahad (11/7/2010).
Menurut dia, awal Ramadhan 1431 H akan mungkin bersamaan dengan Muhammadiyah yang sudah menetapkan pada 11 Agustus, karena ketinggian “hilal” (rembulan usia muda/pergantian kalender) mencapai 2 derajat.
“Dari sudut peluang sama memang ada karena ketinggian hilal di atas dua derajat, tapi nggak tahu kalau ada mendung, karena itu kami akan menunggu hasil rukyatul hilal,” katanya.
Dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya itu mengatakan PWNU Jatim akan melakukan rukyatul hilal pada 9 Agustus petang di sejumlah daerah seperti Surabaya, Gresik, Lamongan, Madura, Blitar, Malang, Jember, dan sebagainya.
Sebelumnya, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur juga menetapkan 1 Ramadhan 1431 Hijriyah jatuh pada 11 Agustus 2010.
“Penetapan itu berdasarkan hasil hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah (PW) Muhammadiyah,” kata Sekretaris PW Muhammadiyah Jawa Timur Nadjib Hamid di Surabaya, Sabtu (10/7) malam.
Dijelaskannya, awal Ramadan tahun ini dimulai pada Rabu, 11 Agustus 2010. Ijtima‘ akhir Sya‘ban terjadi pada Selasa, 10 Agustus 2010, bertepatan dengan 29 Sya‘ban 1431 Hijriyah pukul 10.09 WIB.
“Pada saat matahari terbenam hari itu, hilal sudah wujud 2 derajat lebih. Jadi, tanggal 10 Agustus malam sudah mulai tarawih,” jelas Nadjib.
Nadjib menegaskan bahwa penghitungan di PW Muhammadiyah Jawa Timur, sama dengan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah.
“Hasil penghitungan memang di level provinsi, tapi sama dengan penghitungan dengan Pimpinan Pusat. Jadi tidak ada perbedaan antara Wilayah dan Pusat,” papar dia.
Nadjib juga mengaku, hasil penghitungan ini juga akan dikomunikasikan dan dilaporkan ke pemerintah. “Pasti kami laporkan ke pemerintah tentang penghitungan hisab Majelis Tarjih Muhammadiyah ini,” tegasnya.

Ramadhan Momentum Introspeksi dan Silaturrahim

Dalam rangka menyambut bulan suci Ramadhan tahun nini, Muhammadiyah Jawa Timur mengimbau kepada umat Islam di Indonesia, untuk menghadapi bulan suci Ramadan dengan suka cita.
Selain itu, menjadikan Ramadan sebagai momentum untuk meningkatkan dan memperkokoh tali silaturahmi dengan siapa saja, termasuk keluarga, teman dan semua masyarakat.
Muhammadiyah Jawa Timur juga mengimbau kepada masyarakat Islam untuk menjadikan bulan suci Ramadan sebagai momentum untuk introspeksi atas segala kesalahan dengan jalan memohon ampunan dan rahmat Allah SWT.
“Mari kita jauhi kemungkaran dan berlomba-lomba demi kebaikan. Apalagi, di bulan Ramadan, pahala segala kebaikan kita dilipatgandakan pahalanya,”
READ MORE......

Kamis, 13 Mei 2010

Manfaat Luar Biasa dari Wudhu

Prof Leopold Werner von Ehrenfels, seorang psikiater dan sekaligus neurology berkebangsaan Austria, menemukan sesuatu yang menakjubkan terhadap wudlu. Ia mengemukakan bahwa pusat-pusat syaraf yang paling peka yaitu sebelah dahi, tangan, dan kaki. Pusat-pusat syaraf tersebut sangat sensitif terhadap air segar. Dari sini ia menghubungkan hikmah wudlu yang membasuh pusat-pusat syaraf tersebut. Ia bahkan merekomendasikan agar wudlu bukan hanya milik dan kebiasaan umat Islam, tetapi untuk umat manusia secara keseluruhan.

Dengan senantiasa membasuh air segar pada pusat-pusat syaraf tersebut, maka berarti orang akan memelihara kesehatan dan keselarasan pusat sarafnya. Pada akhirnya Leopold memeluk agama Islam dan mengganti nama menjadi Baron Omar Rolf Ehrenfels.

Ulama Fikih juga menjelaskan hikmah wudlu sebagai bagian dari upaya untuk memelihara kebersihan fisik dan rohani. Daerah yang dibasuh dalam air wudlu, seperti tangan, daerah muka termasuk mulut, dan kaki memang paling banyak bersentuhan dengan benda-benda asing termasuk kotoran. Karena itu, wajar kalau daerah itu yang harus dibasuh.

Ulama tasawuf menjelaskan hikmah wudlu dengan menjelaskan bahwa daerah-daerah yang dibasuh air wudlu memang daerah yang paling sering berdosa. Kita tidak tahu apa yang pernah diraba, dipegang, dan dilakukan tangan kita. Banyak pancaindera tersimpul di bagian muka.

Berapa orang yang jadi korban setiap hari dari mulut kita, berapa kali berbohong, memaki, dan membicarakan aib orang lain. Apa saja yang dimakan dan diminum. Apa saja yang baru diintip mata ini, apa yang didengar oleh kuping ini, dan apa saja yang baru dicium hidung ini? Ke mana saja kaki ini gentayangan setiap hari? Tegasnya, anggota badan yang dibasuh dalam wudlu ialah daerah yang paling riskan untuk melakukan dosa.

Organ tubuh yang menjadi anggota wudlu disebutkan dalam QS al-Maidah [5]:6, adalah wajah, tangan sampai siku, dan kaki sampai mata kaki. Dalam hadis riwayat Muslim juga dijelaskan bahwa, air wudlu mampu mengalirkan dosa-dosa yang pernah dilakukan oleh mata, penciuman, pendengaran, tangan, dan kakinya, sehingga yang bersangkutan bersih dari dosa.

Kalangan ulama melarang mengeringkan air wudlu dengan kain karena dalam redaksi hadis itu dikatakan bahwa proses pembersihan itu sampai tetesan terakhir dari air wudlu itu (ma’a akhir qathr al-ma’).

Wudlu dalam Islam masuk di dalam Bab al-Thaharah (penyucian rohani), seperti halnya tayammum, syarth, dan mandi junub. Tidak disebutkan Bab al-Nadhafah (pembersihan secara fisik). Rasulullah SAW selalu berusaha mempertahankan keabsahan wudlunya.

Yang paling penting dari wudlu ialah kekuatan simboliknya, yakni memberikan rasa percaya diri sebagai orang yang ‘bersih’ dan sewaktu-waktu dapat menjalankan ketaatannya kepada Tuhan, seperti mendirikan shalat, menyentuh atau membaca mushaf Alquran. Wudlu sendiri akan memproteksi diri untuk menghindari apa yang secara spiritual merusak citra wudlu. Dosa dan kemaksiatan berkontradiksi dengan wudlu.
READ MORE......

Jumat, 16 April 2010

Buah Dari Tauhid

tauhidIbnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tahun ibarat pohon. Bulan ibarat cabangnya. Hari ibarat rantingnya. Jam ibarat daunnya. Nafas ibarat buahnya. Barangsiapa yang hela nafasnya untuk ketaatan pada Allah, maka hasil dari pohonnya adalah buah yang baik. Barangsiapa yang hela nafasnya untuk maksiat, maka  buahnya adalah hanzholah (buah yang pahit). Setiap orang akan memetik buah dari hasil usahanya pada hari kiamat nanti. Ketika dipetik barulah akan ia rasakan manakah buah (hasil) yang manis dan manakah yang pahit.
Ketahuilah bahwa ikhlas dan tauhid akan menumbuhkan tanaman dalam hati, memunculkan cabang dalam amalan dan menghasilkan buah kehidupan yang baik di dunia dan kenikmatan yang abadi di akhirat. Sebagaimana pula buah di surga tidak mungkin seseorang terhalang untuk memperolehnya, begitu pula dengan buah dari ikhlas dan tauhid di dunia.
Sedangkan syirik, perbuatan dusta dan riya’ akan menumbuhkan tanaman dalam hati dan menghasilkan buah di dunia berupa rasa takut, khawatir, sedih, sempitnya hati dan kelamnya hati. Sedangkan di akhirat ia akan merasakan makanan yang tidak menyenangkan dan adzab yang pedih.
Inilah dua pohon yang dimisalkan Allah dalam surat Ibrahim.” –Demikian faedah berharga dari Ibnul Qayyim-
Surat Ibrahim yang dimaksudkan oleh Ibnul Qayyim adalah pada ayat berikut:
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ (24) تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ (25) وَمَثَلُ كَلِمَةٍ خَبِيثَةٍ كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍ اجْتُثَّتْ مِنْ فَوْقِ الْأَرْضِ مَا لَهَا مِنْ قَرَارٍ (26)
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun.” (QS. Ibrahim: 24-26)
Semoga Allah memberikan kita buah terbaik dari hasil amalan kita yang selalu ikhlas dan mentauhidkan-Nya.

Faedah ilmu dari kitab Al Fawaid, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, hal. 158, Darul ‘Aqidah, cetakan pertama, 1425 H.
Muhammad Abduh Tuasikal
READ MORE......